Bahaya Overfishing: Ancaman Bagi Laut Kita yang Bisa Berakhir Petaka

Bahaya Overfishing

Bila bercerita tentang praktek pada industri peternakan, tentu pembahasan kita tak hanya tentang dampaknya pada hewan semata. Ada bagian lain yang secara luas dirugikan dalam praktek ini yakni, bumi kita.

Dalam artikel kali ini, Aku Vegan akan membahas salah satu aktivitas manusia lainnya yang turut menyebabkan kerugian pada permukaan bumi. Namun kali ini dampaknya bukan pada daratan melainkan pada lautan kita.

Sebuah fakta menyedihkan datang dari lautan di mana dalam beberapa dekade, kegiatan penangkapan ikan berlebihan, overfishing, telah mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Akibatnya, tindakan yang tidak berkelanjutan ini menjadikan biota laut sangat rentan terhadap kerusakan bahkan kepunahan satwa laut.

Para ilmuwan pun telah lama membunyikan alarm peringatan tanda ancaman bencana atas kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan di laut. Penangkapan satwa liar dari laut yang terus-menerus dilakukan tanpa henti telah menyebabkan proses pemulihan menjadi sulit bagi spesies laut.

Dalam dua dekade ini pula, para pemimpin global sedang menemui jalan buntu dalam upaya memperbaiki kerusakan yang telah terjadi di lautan. 

Ilmuwan laut jelas paham kapan praktek penangkapan ikan berlebihan di laut dimulai. Dan mereka tahu bila keadaan ini terus dibiarkan tanpa penanganan serius maka dapat berakhir menjadi bencana.

Berikut ini adalah isu-isu kritis dalam penangkapan ikan yang berlebihan, mulai dari dampaknya terhadap keanekaragaman hayati hingga terbatasnya keberhasilan upaya mitigasi dalam kasus ini.

Mengapa penangkapan ikan berlebihan terjadi?

Bahaya Overfishing: Ancaman Bagi Laut Kita yang Bisa Berakhir Petaka
iStock

Penangkapan ikan berlebihan pertama kali terjadi pada awal 1800-an, ketika manusia mencari minyak ikan paus sebagai bahan bakar untuk minyak lampu, penerangan di masa itu. Kejadian ini pun dicatat telah memusnahkan populasi paus di kawasan perairan Stellwegen, di lepas pantai Cape Cod.

Beberapa ikan yang dikonsumsi di Amerika Serikat, termasuk cod Atlantik, herring, dan sarden, juga dijarah hingga populasinya mencapai ambang kepunahan hingga pertengahan 1900-an. Penipisan populasi spesies laut ini telah mengganggu rantai makanan di lautan. Kondisi yang semakin parah pun terjadi pada akhir abad ke-20.

Pada pertengahan abad ke-20, negara-negara di seluruh dunia mulai meregulasi skala penangkapan ikan yang dapat dilakukan demi menjamin ketersediaan dan terjangkaunya sumber pangan ini. Namun kebijakan yang dibuat serta pinjaman dan subsidi yang diberikan malah menciptakan peningkatan besar-besaran dalam industri perikanan komersial. Nelayan lokal pun perlahan ikut tergeser.

Armada penangkap ikan skala besar komersil ini mengais keuntungan secara agresif, mereka menjelajahi lautan dunia. Mengembangkan metode dan teknologi yang tercanggih untuk menemukan, menjaring, dan menargetkan spesies tertentu. Akhirnya, konsumen menjadi terbiasa memiliki akses ke berbagai pilihan ikan dengan harga terjangkau.

Tercatat pula bahwa sekitar 90 juta ton ikan diambil dari laut pada tahun 1989. Ini merupakan titik puncak industri perikanan. Kendati sejak saat itu, hasil tangkapan pun terus menurun. Banyak jenis ikan mulai langka.

Pada tahun 2003, sebuah laporan ilmiah memperkirakan bahwa industri penangkapan ikan telah mengurangi jumlah ikan laut menjadi hanya 10% dari jumlah historis sebelum terjadinya industri penangkapan ikan massal.

Bahaya overfishing terhadap biodiversitas

Dihadapkan dengan runtuhnya populasi ikan besar, armada penangkap ikan komersial tak lantas berakhir. Mereka mulai menggali samudra yang lebih dalam demi memperoleh tangkapan.

Peristiwa yang disebut “fishing down” akhirnya terjadi, peristiwa ini telah memicu reaksi berantai yang mengganggu spesies dan membahayakan keseimbangan ekosistem laut.

Terumbu karang, misalnya, sangat rentan rusak akibat overfishing. Ikan pemakan tumbuhan menjaga keseimbangan ekosistem laut dengan memakan alga. Ikan-ikan inilah yang menjaga karang tetap bersih dan sehat sehingga dapat tumbuh menjadi habitat hidup bagi semua satwa laut.

Sementara, memancing terlalu banyak satwa laut baik secara sengaja atau hanya sampingan saja dapat melemahkan terumbu dan membuatnya lebih rentan rusak pada saat peristiwa cuaca ekstrem dan perubahan iklim.

Peralatan penangkapan ikan bahkan puing-puing sampah juga secara fisik menghancurkan karang-karang yang sudah rapuh, yang membentuk fondasi terumbu.

Bahaya Overfishing: Ancaman Bagi Laut Kita yang Bisa Berakhir Petaka
seaturtlepreservation.com

Tak hanya itu, overfishing turut membahayakan spesies laut lain yang lebih besar. Pukat atau trawling, sebuah metode di mana sebuah jaring besar diseret melewati dasar laut menggunakan kapal. Alat tangkap ini dapat menarik lebih dari sekadar udang dan tuna sirip biru.

Pukat menjaring apa saja yang ada di jalurnya. Penyu, lumba-lumba, burung laut, hiu, dan hewan lainnya semuanya menghadapi ancaman eksistensial sebagai tangkapan sampingan.

Upaya pencegahan overfishing

Fakta akan hasil tangkapan ikan laut yang kian sedikit menyadarkan manusia bahwa lautan yang dianggap sangat luas dan kaya, juga bisa rentan dan rusak.

Sebuah studi tentang data tangkapan yang diterbitkan dalam jurnal Science di tahun 2006 dengan suram meramalkan bahwa jika tingkat penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan terus berlangsung, sektor perikanan global bisa runtuh pada tahun 2048.

Banyak ilmuwan mengatakan sebagian besar populasi ikan dapat dipulihkan dengan pengelolaan perikanan yang ketat dan penegakan hukum yang lebih baik dalam mengatur skala tangkapan, termasuk menetapkan batas tangkapan. Peningkatan penggunaan akuakultur dan pengelolaan biota laut juga akan membantu.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang menjabarkan standar internasional untuk pengelolaan perikanan, menunjukkan dalam laporannya di tahun 2020 bahwa terjadi sedikit peningkatan dalam persentase jumlah stok berkelanjutan, yang merupakan tujuan dari pengelolaan perikanan.

Tetap saja, masih banyak tantangan. Sekitar sepertiga dari stok global ditangkap secara berlebihan dan proporsi keseluruhan stok ikan pada tingkat yang berkelanjutan terus menurun.

Laporan FAO mengatakan penurunan stok ikan ini terutama dapat dilihat di tempat-tempat di mana pengelolaan perikanan tidak ada sama sekali atau tidak efektif. Dari area yang dipantau organisasi ini, Mediterania dan Laut Hitam yang memiliki persentase stok tertinggi yakni sekitar 62,5%, dijarah dan tak ada penanganan yang berkelanjutan.

Apakah overfishing dapat dihentikan?

Bahaya Overfishing: Ancaman Bagi Laut Kita yang Bisa Berakhir Petaka
anambasfoundation.org

Subsidi pemerintah untuk industri perikanan menjadi tantangan yang signifikan untuk membalikkan tren yang meresahkan ini.

Sebuah survei global menemukan bahwa pada tahun 2018, dunia menghabiskan 22 miliar dolar untuk apa yang disebut sebagai subsidi berbahaya yang memicu penangkapan ikan yang berlebihan.

Seperti yang dilaporkan National Geographic, subsidi berbahaya adalah subsidi yang mendanai praktik-praktik yang seharusnya tidak menguntungkan, seperti misalnya bukan untuk biaya bahan bakar kapal pukat industri.

Mirisnya, subsidi seperti harga bahan bakar yang lebih murah telah memperparah kerusakan di wilayah laut. Subsidi turut mendorong praktik penangkapan ikan berlebihan terus berlangsung.

Cina salah satunya adalah negara yang meningkatkan subsidi berbahayanya sebesar 105% dalam satu dekade terakhir.

Anggota organisasi perdagangan dunia (WTO) mendiskusikan bagaimana membatasi subsidi ini sejak 2001 namun kemajuan apapun hampir tak terlihat. Dan meskipun ada janji oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membuat kesepakatan bersama pada tahun 2020, tenggat waktu itu telah berlalu tanpa resolusi yang bisa menyelamatkan lautan.

Pada tahun 2021, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala meminta para anggota untuk membuat kesepakatan bersama. Menurutnya, jika dunia gagal melakukannya maka tindakan ini tak hanya membahayakan keanekaragaman hayati laut  saja namun bisa menjadi ancaman besar bagi kehidupan di bumi. 

Tidak jelas apakah negara-negara di dunia akan mengumpulkan kemauan politiknya untuk menindaklanjuti peristiwa ini.

Tetapi yang jelas bagi para ilmuwan adalah kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perikanan dan peraturan penangkapan ikan merupakan salah satu dari banyak tindakan krusial yang bisa menyelamatkan lautan dunia.

Seseorang dengan rasa penasaran tinggi. "Curiosity killed the cat and the satisfaction brought it back." Eugene O'Neill.